Rabu, 04 Mei 2011

Ceritanya lagi "kritis"

HARDIKNAS

Hari Pendidikan Nasional baru saja bangsa Indonesia lewati. Para pekerja yang bergelut di Dunia Pendidikan turut bergembira, hari itulah mereka ingat bahwa apa yang mereka kerjakan adalah mulia. Selangkah memajukan Indonesia dengan mendidik Generasi bangsa Indonesia agar tidak mudah tertipu lagi. Dengan pikulan harapan dari ratusan orang tua murid yang menitipkan anaknya untuk di didik setiap harinya disekolah. Agar kelak generasi bangsa kita dapat menghentikan segala kemelut bangsa.

Bangsa Indonesia dengan segala masalah korupsi, politik, kemiskinan, serta pendidikan tentu di harapkan masyarakatnya untuk segera selesai. Paling tidak dengan hardiknas kemarin segenap orang tua murid kembali berharap bahwa pendidikan Indonesia dapat kian membaik di bawah menteri pendidikan sekarang, di tangan orang-orang yang bekerja di balik gedung kemendiknas untuk membahas dan mengolah mau di apakan 20% dana APBN yang dicurahkan untuk pendidikan nasional. Atau tepatnya harus mulai dari mana mereka melangkah ?

Hari pendidikan nasional jatuh tepat tanggal 2 Mei setiap tahunnya. Ya, sama seperti hari kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia. Bapak Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Gelar kebangsawanan yang melekat di depan namanya itu adalah bukti bahwa beliau masih satu lingkup dengan keluarga keraton. Ki Hadjar Dewantaralah pelopor pendidikan bagi pribumi di zaman penjajahan Belanda.

Pada zaman penjajahan belanda yang dapat bersekolah di sekolah belanda ata sekolah colonial hanyalah anak-anak keraton atau keturunan pejabat tanah di daerahnya. Pribumi seakan tak memiliki lapak untuk dapat mengenyam pendidikan. Ki Hadjar Dewantara yang baru kembali dari pengasingan di belanda segera mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Beliau yang menyelesaikan sekolahnya di sana mendapat gelar Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Sudah hampir se abad Taman siswa didirikan. Bagaimana sitem pendidikan nasional kita ?

Tak ada yang bisa menjawab puas karena masih terlalu dini untuk berhenti memperbaiki sistem pendidikan nasional yang masih menyisakan pedih jika dilihat. Sistem yang berganti setiap tahunnya, bahkan bisa di bilang setiap menteri pendidikan ganti, sistem pendidikan pun ikut berganti. Mulai dari KTSP sampai KBK. Ada lagi wacana bahwa akanada sistem kurikulum baru. Yang perlu ditanyakan adalah apakah sudah ada hasil dari semua perubahan ini ? sudahkah para pelajar kita siap untuk berkembang ? dan yang terpenting sudahkan para pengajar kita siap mengajar dengan sistem yang baru ?

Tidak hanya itu, sarana dan prasarana sekolah tentu harus mendukung kegiatan belajar mengajar. Miris rasanya melihat para pelajar yag kehujanan Karena atap sekolah mereka bocor saat terkena hujan. Atau insiden yang belum terlupakan di benak kita adalah insiden rebutan bangku di malang. Sudahkah 20 % dana APBN itu tersalurkan dengan baik dan tepat ? seharusnya para murid bisa belajar dengan bebas tanpa harus ketakutan bahwa sekolah mereka akan rubuh.

Angka anak-anak di bawah umur yang putus sekolah pun masih terbilang tinggi. Sedangkan anak-anak yang dapat bersekolah banyak kita jumpai membolos atau tawuran. Ironi namun ini sebuah kenyataan yang diterima bangsa kita. Mahalnya biaya untuk melanjutkan ke universitas menghambat mutu SDM kita hanya sampai SMA. Tenaga Pengajar seharusnya bisa lebih di hargai kembali. Kesejahteraan mereka seharusnya cukup di perhatikan agar mereka dapat tenang mengajar tanpa takut keluarga mereka di rumah kelaparan. Tanpa perlu melihat guru-guru honorer berunjuk rasa tiap tahun. Tanpa perlu melihat seorangkepala sekolah menjadi pemulung sebagai pekerjaan sambilan untuk menghidupi keluarganya.

Pemerintah pun seharusnya menyediakan wadah dan lingkungan yang lebih luas untuk menampung minat dan bakat para pelajar. Tidak hanya itu, apresiasi yang cukup harus lah di berikan pemerintah ke pada pelajar kita yang berprestasi agar mereka kembali pada negeri untuk mendidik masyarakat agar menjadi seperti mereka. Namun, kenyataannnya para pelajar ini lebih senang bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar dan hidup yang terjamin.

Kelak 20 tahun lagi saya akan menjadi menteri pendidikan Indonesia yang berlgear doctor. Saya lah nanti dengan izin Tuhan akan menjadi pelopor kebangkitan pendidikan Indonesia. Dimulai dengan menjadi guru yang baik untuk murid-murid saya kelak, menjadi bagian kurikulum di bagian sekolah saya, lalu menjadi bagian dari kemendiknas hingga duduk menjadi menteri. Menteri yang jujur, menteri yang hanya ingin melihat tak ada lagi anak mengamen di jalan. Melihat tak ada lagi anak tawuran. Menteri yang akan membantu guru-guru dalam mendidik,Menteri yang Memastikan bahwa semua pelajar Indonesia dapat belajar dengan tenang tanpa harus takut sekolahnya rubuh. Dan yang Pasti Menteri yang membuat setiap pengajar dan kepala sekolah tidak harus memulung demi menyambung kehidupannya.